oktaviawinarti.com

Aku dan Tragedi Kanjuruhan: I'm Too Fragile!

Post a Comment
Konten [Tampil]
tragedi kanjuruhan malang

Sabtu, 1 Oktober 2022 menjadi hari yang kelam untuk dunia persepak-bolaan Indonesia. Ada begitu banyak nyawa melayang karena kelalaian manusia. Ya, Tragedi di stadion Kanjuruhan menjadi isu nomor satu yang mendapat perhatian dari dalam dan luar negeri.

Qodarullah, ternyata kejadian ini memberikan hikmah yang luar biasa. Animo masyarakat Indonesia menyambut kabar duka diwarnai dengan aksi simpati.

“Salam satu jiwa”, katanya adalah slogan untuk pecinta klub sepak bola Arema Malang. Begitu terjadi tragedi yang menewaskan 131 orang, kata ini selalu digaung-gaungkan.

Ketika mendengar peristiwa yang menewaskan ratusan jiwa ini, Aku sedang di fase ‘tenggelam’ dalam berita viral soal perselingkuhan.

Ah memang salah sendiri, buat apa mempersulit diri dengan melihat tayangan yang menyulut emosi, membangkitkan kenangan buruk tentang trauma masa kecil, dan membuat hari menjadi tidak produktif.

Dadaku semakin sesak ketika mengetahui pemberitaan tentang tragedi Kanjuruhan itu hadir di hadapanku. Tanpa perlu Aku mencari tahu.

Peristiwa yang begitu membawa pilu, kesedihan, keprihatinan, kegusaran, kemarahan, dan berbagai emosi yang tidak bisa digambarkan. Semuanya berkecamuk menjadi satu.

Aku mulai tahu diri. Sedikit demi sedikit menjauhi pemberitaan yang kian santer di media sosial. Dari ujung jari-jemari ini. Aku kelelahan, lelah jiwa menghadapi arus informasi yang mengaduk-aduk emosi.

Jumat pagi, ketika sedang mempersiapkan sarapan, Aku benar-benar kehabisan energi. Rasanya ingin off semua kanal media sosial. Karena Aku mulai tergiring opini. Aku Ingin sekali memulai sesuatu dengan energi dan aura yang lebih positif hari itu.

Qodarullah, saat berselancar di Whatsapp story. Aku menemukan sesuatu yang menarik dari status yang dibagikan oleh kerabat dekat. Ia membagikan link streaming Mata Najwa, yang kamis malam menayangkan siaran langsung tragedi Kanjuruhan.

Hal itu sontak membuatku tergelitik untuk melihat. Kondisiku saat itu belum siap betul alias masih terlalu rentan. Tapi karena penasaran, buka sajalah, pikirku waktu itu.

Di awal, saat keluarga korban menceritakan kisah pilu kehilangan anggota keluarga yang disayangainya, Aku sudah tidak bisa menahan diri. Air mataku tumpah dan dadaku rasanya…sesak.

Tidak lama setelah itu, Aku mulai menata hati. Sepertinya cukup sampai disitu menontonnya. Feels so fragile for me. Ah kok lemah sekali diriku ini?

Namun, ketika bagian Pak Mahfud MD (Menko Polhukam) yang menyampaikan spoiler penyelidikan-nya bersama tim khusus terkait tragedi ini, otakku mulai berfungsi. Yeahh inilah bagian menariknya. Ternyata akal sehatku masih jalan. Alhamdulillah.

Pak Mahfud membeberkan beberapa fakta dan temuan yang masuk akal terkait tragedi Kanjuruhan. Apa yang dikatakannya tidak berat sebelah alias cover both side.

Menurutku kita perlu meneladani ‘keindependenan’nya dalam mencari fakta. Menjadi pihak yang netral (tidak memihak maupun membela siapa yang salah dan yang benar). Ini menjadi suatu hal yang sangat mahal dan diperlukan di zaman ini. Independen.

Aku nggak akan menuliskan poin-poin apa saja yang terjadi soal kasus sekaligus tragedi naas tersebut di blog ini. Karena Aku yakin, pembaca blog setiaku sudah pandai mencari dan memilah input yang perlu dan tidak perlu untuk dilihat.

Pun, Aku belum sepenuhnya tahu rekonstruksi kejadian sebenarnya. Rasanya seperti ‘mendahului’ yang berwenang untuk menindak-lanjuti tragedi Kanjuruhan ini.

Satu insight yang Aku dapatkan dari rentetan kejadian yang menguras kantong jiwaku sepekan ini adalah ketika kita larut dalam kemarahan dan kesedihan, kita nggak bisa berpikir secara rasional. Bapeeer aja bawaannya. Apalagi kalau lagi ‘haus jiwanya’.

Perlu bijak menentukan apa yang perlu kita lihat, dengar, dan rasakan. Jangan sampai kita jadi ‘lelah’ secara psikis karena salah input. Menurutku, jadi orang dewasa di era sekarang ini lebih sulit.

Pasca pandemi yang melanda seantero bumi, faktor resistensi kita terhadap berbagai ancaman dan tantangan harusnya lebih meningkat. Awareness kita jadi lebih kuat. Dan Empati…sesuatu yang langka di zaman sekarang, harusnya lebih terasah. Karena kita telah melalui masa sulit bersama dan dapat bertahan sampai saat ini.


Related Posts

Post a Comment