oktaviawinarti.com

Kisah Lebaran Idulfitri di Kampung Suami | Lebaran #Part1

Konten [Tampil]
kisah lebaran idulfitri

 
Allahu Akbar Walillahilham..
Taqobalallahu minna waminkum Sobi! Mohon maaf telat banget mau ngucapin ini karena artikelnya batal terbit di hari H idul fitri hehe. Tapi nggak apa-apa ya. Tanpa mengurangi makna dan keceriaan di bulan syawal ini, Saya dan keluarga mengucapkan Selamat merayakan hari besar idulfitri 1 syawal 1443 Hijriyah. 😊

Selamat lebar-an dan jangan lupa olahraga biar bisa kurus-an untuk membakar kolesterol jahat dari opor ayam, rendang, ketupat, nastar, dan kawan-kawannya. Idulfitri tuh bukan ajang buat balas dendam yak Sobi setelah sebulan full berpuasa. Inget sehat dan inget timbangan. #nasihatbuatdirisendiri hehe 😆

Well, Saya ingin menceritakan cuplikan kisah selama seharian berlebaran idulfitri di kampung Pak Suami.

24 jam di hari pertama lebaran idulfitri cukup menguras banyak energi Saya. Karena dari pagi sampai malam, Saya muter-muter kabupaten Cirebon dan Indramayu untuk bersilaturahmi ke rumah sanak saudara dari Pak Suami. Namun lelah itu nggak terasa karena kami menikmati perjalanan dengan perasaan bahagia.

Sebelum menceritakan momen lebaran di kampung Pak Suami, Saya mau spill beberapa tradisi menjelang idulfitri di sebagian besar wilayah kabupaten Cirebon. Singkat aja yaa karena di bagian akhir ada kisah yang membuat Saya 'membuka mata' dengan realitas yang terjadi di kota kecil di pesisir utara Jawa ini. 

Lebaran Idulfitri di Kampung Pak Suami

Obrog

Tradisi lebaran di setiap kota atau kabupaten di Indonesia pasti punya ciri khas tersendiri. Termasuk di Kabupaten Cirebon. Sebulan sebelum hari H lebaran idulfitri, ada tradisi obrog. 

Obrog dilakukan setiap sore di bulan ramadan (re: ngabuburit). Hmm.. Mungkin maknanya lebih dekat dengan istilah pertunjukkan musik.

Obrog dibawakan oleh remaja tanggung atau kelompok anak muda dengan iringan musik seperti organ, gitar, kendang, suling, dan sebagainya. Mereka berjalan iring-iringan sambil memainkan alat musik dengan irama solawatan dan terkadang dangdut.

Setiap pulang Cirebon, Saya nggak pernah absen atau ketinggalan buat nonton obrog. Biasanya yang menikmati obrog bukan cuma orang dewasa, anak-anak pun turut serta. Mereka senang banget melihat pertunjukkan musik itu. 

Sebenarnya ada pergeseran tradisi dari masa ke masa tentang pertunjukkan obrog. Dulu obrog dilakukan dengan memainkan bedug dan kentongan untuk membangunkan orang sahur. Tapi sekarang udah jarang banget ada obrog yang dilakukan saat sahur.

Fungsinya saat ini lebih banyak sebagai hiburan dan sarana untuk melestarikan tradisi yang ada di sana. 

Uniknya, Obrog juga masih dimainkan saat hari H idulfitri. Saya menemui hal ini di kabupaten Indramayu saat bersilaturahmi ke sanak saudara yang tinggal di sana. Hal semacam ini jarang Saya temui karena hari lebaran identik dengan orang-orang yang pergi nyekar atau silaturahmi aja ke rumah saudara.

Kalau di kampung Sobi masih ada nggak tradisi semacam ini? Hoho boleh loh komen-komen di bawah.

Curakan

Sebenarnya tradisi ini ada di sebagian besar daerah jawa, salah satunya Cirebon. Curakan dilakukan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah yang memberikan nikmat kesehatan, keselamatan, dan kecukupan harta.

Biasanya orang yang melakukan curakan mengumpulkan koin recehan untuk disebar saat momen tertentu seperi lebaran, khitanan, dan pernikahan.

Kemudian para tetangga akan 'nampani' alias mengumpulkan koin-koin yang berserakan setelah disebar atau dicurahkan ke arah mereka. Tua-muda semuanya ikut serta memeriahkan tradisi curakan ini.

Qodarullah, saat momen idulfitri bisa berbagi kebahagiaan dengan para tetangga di sana dengan curakan. Pengalaman yang seru karena momen kebersamaannya dapet banget dan bikin terpingkal-pingkal karena satu sama lain berebutan koin untuk dikumpulkan.

Lebaran

Tahun ini Saya nggak berkesempatan untuk solat ied berjamaah karena sedang berhalangan (re:haid). Sehingga Saya menunggu di rumah dan menyambut kedatangan keluarga untuk bersalam-salaman. 

Sebenarnya kangen banget dengan suasana solat ied. Setiap jalan yang dilalui setelah pulang solat di mesjid atau lapangan besar bisa mempertemukan kita dengan tetangga sehingga bisa saling bermaaf-maafan. Melihat dan merasakan haru biru momen untuk saling bertutur maaf itu sesuatu yang nggak bisa dilakukan di sosmed. Hehe

Nah nggak ketinggalan juga, setelah solat ied Saya bakalan mencicipi hidangan khas lebaran. Ada ketupat atau lontong, opor ayam, rendang, dan sambel goreng kentang. Duh enak banget. Apalagi dibuatin langsung oleh ibu mertua..ya Allah tolong. Saya sampai nambah berkali-kali. :")

Satu tradisi lagi yang nggak pernah ketinggalan, yaitu tradisi makan tape. Di Cirebon, tape jadi cemilan khas ketika lebaran. Nggak cuma lebaran aja, momen pernikahan, selametan, dan momen penting lainnya wajib menyuguhi tape. Sobi kudu mencicipi kudapan satu ini sih karena rasanya yang manis dan aroma khas ragi bisa bikin ketagihan. Hehe

Setelah kenyang menyantap suguhan khas lebaran, Saya bersilaturahmi ke rumah saudara dekat Pak Suami. Ada bibi, nenek, adiknya nenek, serta sepupu-sepupunya. Rame banget pokoknya karena rumahnya deket-dekatan.

Momen khas lebaran yang nggak kalah serunya adalah membagikan THR ke anak-anak. Biasanya Saya yang dapet THR, sekarang kebalikan. Itu kali pertama juga Arza mau diajak keliling rumah sanak saudara dan tetangga buat lebaran tanpa ditemani oleh Saya dan Pak Suami. Doi sibuk ngumpulin THR dari orang-orang. Hehe 😜

Agenda silaturahmi selanjutnya adalah nyekar alias ziarah kubur ke makam orang yang sudah meninggal. Orangtua dari Ibu mertua dimakamkan nggak jauh dari kediamannya. So, kami tinggal jalan kaki aja ke makam karena jaraknya cuma 5 langkah doang.😐

Di sana kami sekeluarga  'say helo', mendoakan keselamatan dan ketenangan bagi almarhum dan almarhumah yang telah dulu wafat. Menebarkan bunga-bunga segar di atas makam.

Awalnya horor sih karena rumahnya mertua deket dengan makam. Tapi lama-lama Saya jadi terbiasa dan sering nggak sadar kalau pemandangan rumah mertua itu dikelilingi makam.

Setelah nyekar, Saya dan Pak Suami beserta Ibu dan Bapak mertua bertandang ke Kabupaten Indramayu. Kami berencana untuk nyekar dan mengunjungi sanak saudara yang tinggal di sekitar sana.

Indramayu: TKI dan Fenomena Perceraian 


Perjalanan menuju Kabupaten Indaramayu kami tempuh selama 2 jam. Kami berkunjung ke 3 tempat dan 2 makam yang memakan waktu kurang lebih 4 jam. Selama perjalanan, Saya mendapatkan insight mendalam dan sangat jarang Saya rasakan di momen idulfitri ini.

Sekilas tentang Indramayu dan Fenomena Perceraian 

Indramayu jadi salah satu kabupaten di Jawa Barat dengan jumlah TKI terbanyak se-Indonesia. 
Menurut data yang tercatat di Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) tahun 2021, terdapat 5.262 orang TKI yang berasal dari Indramayu. 

Di lihat dari statistiknya, jumlah TKI yang berangkat ke luar negeri di tahun 2021 jauh lebih sedikit dari tahun sebelumnya, yaitu tahun 2020 Indramayu menyumbang 10.076 orang TKI untuk bekerja di luar negeri.

Fenomena fisik yang sangat ketara ketika  Saya sedang berada di sana yaitu banyak diantara mereka yang keluarganya pergi menjadi TKI, berlomba-lomba untuk meninggikan bangunan (re:rumah).

Mereka yang pergi menjadi TKI ada yang berstatus lajang dan sudah menikah. Yang sudah menikah, meninggalkan keluarganya bertahun-tahun untuk mengadu nasib di Taiwan, China, Singapura, Arab, dan Malaysia.

Bagi perempuan yang mengadu nasib sebagai TKW, tentu ini jadi pilihan yang berat karena harus meninggalkan anak-anaknya. Qodarullah, dulu ketika ekonomi mertua belum stabil, sempat terlintas di benak ibu mertua untuk pergi mengadu nasib menjadi TKI. 

Ia galau saat ditawari bekerja di luar negeri. Iming-iming ekonomi jadi lebih mapan menjadi senjata untuk meng-goal-kan program ini. Tanpa ragu, Ibu mertua meminta pertimbangan kepada Pak Suami (karena Pak Suami pikirannya lebih terbuka dan bisa memberikan masukan yang logis). Akhirnya Pak Suami dengan berat hati tidak merekomendasikan program itu pada ibunya.

Menurut kesotoyan Saya, tentu berat bagi seorang anak (re: Pak Suami) yang masih memiliki adik-adik yang masih kecil dan butuh kasih sayang jika ditinggal kedua orangtuanya merantau ke belahan bumi yang berbeda. Ia juga perlu melanjutkan hidup, fokus mengejar cita-citanya, dan ikut membantu menyokong ekonomi keluarga.

Entah apa jadinya sekarang, jika Pak Suami ditinggal oleh ibu dan ayahnya mengadu nasib di negeri seberang. Mungkin ceritanya nggak akan seperti sekarang. Qodarullah  waa maa-syaa fa 'ala. 

Back to Indaramayu lagi ya gaes ehehe.

Angka pernikahan di bawah umur juga masih sering ditemui di Kabuparen Indramayu. Usia belasan sudah menikah dan beranak-pinak. Fakta yang ada di lapangan, kemampuan untuk bereproduksi tidak sebanding dengan  pengetahuan yang mumpuni soal manajemen rumah tangga dan pengasuhan anak.

Jadi, pernikahan yang seharusnya melahirkan keluarga yang harmonis, sakinah mawaddah warohmah hanyalah utopi. Tidak semua pernikahan berjalan dengan semestinya. Kasus perceraian di bawah umur jadi sorotan karena minimnya edukasi pra-nikah dan faktor lain seperti masalah ekonomi, perselingkuhan, dan KDRT.

Berdasarkan apa yang Saya amati 3 tahun belakangan ketika berkunjung ke Indramayu, 'nggak semuanya tapi ada'. Diantara pasangan yang sudah menikah, baik suami maupun istri tidak menjalankan peran dengan semestinya. Suaminya hanya ongkang-ongkang kaki sementara istrinya bekerja menjadi TKI. Kemudian suaminya menikah lagi dengan perempuan lain disaat istrinya kerja banting tulang siang malam di negeri orang.

See? Sesuatu yang nggak pada tempatnya bakalan menyimpang. Allah menjadikan perempuan dan laki-laki berpasangan untuk mengingat kebesaran Allah. Sebagaimana tertulis pada Al-Quran surah Ar-Rum ayat 21.

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung merasa tenteram kepadanya. Dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir.”

Pernikahan itu tanda kebesaran Allah. Makanya setelah menikah, sebagai suami istri harus tetap tholabul 'ilmi (menimba ilmu) agar langkahnya bersisian. Nggak jomplang dan saling mengisi satu sama lain. Tahu porsi sebagai suami dan istri. Mengerti arah dan akhir perjalanan dalam pernikahan. Menikah itu jadi suatu yang indah. Bukan momok menakutkan yang sering dikampanyekan orang yang benci dengan pernikahan.

Kalaupun ada ujian sekaliber kekurangan harta dan LDR-an, bisa dihadapi dengan iman dan sabar. Masyaa Allah, tentu ini nggak mudah dan butuh ilmu tingkat tinggi untuk memaknai 'penerimaan'. Kalau semuanya dipasrahkan sama Allah sebagai penentu takdir, tentu ini akan jadi lebih ringan. Karena siapa kita? Kita bukan orang yang bertanggung-jawab dengan segala hal di luar kendali kita.

Segala sesuatu yang dijalankan sesuai dengan fitrah-Nya tentu akan menghasilkan output yang lebih baik. Lebih baik, setidaknya tidak sampai menyimpang. Apalagi keluar dari syariat (hukum Islam).

Fitrah keayah-bundaan harus tetap terjaga dengan kecukupan iman, mental, dan kekayaan wawasan tentang kehidupan pernikahan. Menikah bukan hanya tentang memperbanyak keturunan. Tapi bagaimana kita berusaha untuk menurunkan estafet kepemimpinan kepada calon anak-anak kita di masa depan. Agar mereka bisa bertanggung-jawab dengan kehidupan pribadi, agama, dan sosialnya.

Bersambung.......................

Kayaknya kepanjangan ya Sobi kalau dilanjutin lagi. Sesuai dengan judulnya, kisah lebaran idulfitri kali ini bakalan Saya bagi jadi beberapa part. Karena ada banyak hal yang ingin Saya tulis dan Saya bagikan di blog ini. Hehe See yaa cerita selanjutnya di part 2!








Related Posts

8 comments

  1. Benarlah Islam sebgai agama yangvrahmatan lil alamin. Menjadikan laki-laki sebagai pemimpin rumah tangga. Bukan sebaliknya. Jika semua bertumpu pada ajaran Islam, insya Allah fenomena yanh banyak terjadi di Indramayu tidak akan terjadi lagi.

    ReplyDelete
  2. Wah aku baru tahu ttg Obrog. Btw aku setuju, pernikahan memang sebuah kerja sama biar nggak jomplang 😁

    ReplyDelete
  3. Lebaran kali ini jg saya ke keluarga suami dan keluarga sendiri. Capek sebenarnya tapi asik jg hehwh

    ReplyDelete
  4. Pengalaman yang unik ya Kak ada tradisi Obrog, Curakan dan lainnya. Di Pontianak nggak ada sepertinya.

    Kalau dari fenomena ini, teringat sinetron Dunia Terbalik. Si suami nyantai, tapi Istrinya kerja jadi TKI.

    Terima Kasih Kak.

    ReplyDelete
  5. Dulu punya teman orang Indramayu, tetapi serasa bukan sama orang yang seprovinsi. Walaupun sama-sama orang Jawa Barat, tetapi budayanga berbeda. Budaya Indramayu lebih ke Jawa kali, ya. Begitu pula dengan Cirebon, saya asing dengan tradisi-tradisi yang disebut di atas. Semoga suatu hari bisa main ke sana biar tahu kehidupannya secara langsung.

    ReplyDelete
  6. Keren ya masih menjaga tradisi seperti obrog dan curakan. Kalau curakan ini masih ada beberapa di daerahku, cuma namanya bukan curakan. Biasanya ada saat kematian dan hajatan tertentu

    ReplyDelete
  7. ceritanya menarik banget kak..
    Banyak insight baru juga tentang Indramayu, tentang warga mereka yang banyak menjadi TKI TKW, dan juga tentang kasus perceraian. Tidak matangnya mental seseorang jadi sebab mengapa pernikahan yang manisnya aturannya sampai akhir, hanya jadi sekejap

    ReplyDelete
  8. setiap daerah selalu memiliki tradisi masing2 ya, emang seru kayaknya, dan baru tahu kalau Indramayu penyumbang TKI terbesar nih.

    ReplyDelete

Post a Comment