oktaviawinarti.com

Jangan Dengar Apa Kata "Mereka"!

Konten [Tampil]
jangan dengar kata mereka


Buat sebagian besar wanita, kebutuhan untuk ngobrol bareng teman atau pasangan itu is a must alias wajib. Mungkin ini bukan hal yang baru untuk diketahui bahwa wanita butuh 20K kata per hari untuk berbicara.

Kadang ada kalanya wanita asal ceplas-ceplos kalau ngobrol. Itu lebih karena doi pengen mengeluarkan uneg-uneg yang ada di hati atau pikirannya. Tapi sayangnya nggak banyak yang bisa nge-rem untuk membedakan mana yang perlu diucapkan dan mana yang nggak perlu diucapkan.

Makanya ada istilah “bocor” yang sama halnya dengan “ember” dan baru-baru ini juga terkenal dengan istilah “cepu”. Itu semua merujuk pada berbicara yang berlebih-lebihan sampai berujung pada gibah.

Sebagai mantan pelaku gibah, Saya akui memang gibah itu asyik. Astagfirullah. *jangan dicontoh yak Sobi

Ngomongin kelemahan, keburukan, aib, kekurangan orang lain itu nggak perlu pakai mikir. Bahkan dengan mudahnya terlintas dalam ingatan. Nggak ada habisnya. Ya, mencari kesalahan orang lain jauh lebih ‘menarik’ dibanding mencari celah diri sendiri.

Di sini Saya nggak pengen bahas gimana cara nge-gibah apalagi ngasih tau tips untuk bikin gibah kita jadi asyik. Saya mau cerita sesuatu yang bikin kita jadi buka mata dan nggak menggampangkan dunia per-gibahan. Karena Masyaa allah…balasan untuk orang yang ber-gibah itu bukan syurga.

Sekali lagi…bukan syurga!


‘Lo Kali Gampang Baper!’


Mendengar celetukan itu dari orang yang terbilang ‘dekat’ dengan Saya membuat hati jadi sedih. Terdengar klise jika alasannya hanya untuk melempar candaan.

Di dunia ini kita nggak bisa mengontrol omongan orang lain terhadap diri kita. Jadi, memang tugas kita untuk ‘tutup kuping’ alias pura-pura budeg supaya kita nggak jadi overthinking.

Tapi ada jenis manusia seperti Saya yang sangat mudah tersinggung. Apalagi mendengar sindiran, celaan, dibanding-bandingkan, dan bentuk verbal lain yang menjurus pada pem-bullyan.

Selain pura-pura budeg, hal yang nggak kalah penting adalah berusaha berbicara yang baik atau diam. Perkara ini sampai ada haditsnya loh. Saking 'pentingnya' jaga ucapan.

Rasulullah menyampaikan bahwa kita kudu berhati-hati dalam berbicara. Perlu berpikir sebelum berbicara supaya yang keluar dari mulut kita adalah kata yang baik-baik saja.

Kalau kita nggak tau perkara sebenarnya tentang suatu hal, lebih baik diam. Jangan pernah memantik pembicaraan yang berujung pada gibah. 

Kalau udah terlanjur ada di dalam obrolan itu gimana? Tinggalin aja. Kita bertanggung jawab atas perkara yang kita perbuat. Ingkari dengan lisan dan hati.

Nggak ada hal baik yang kita dapatkan dari ber-gibah dan mendengar per-gibahan. Yang ada kita bakalan kena sanksi di akhirat.

Dalam ayat Al-Hujurat ayat 12, Allah menjelaskan bahwa orang yang membicarakan keburukan orang lain diibaratkan seperti memakan bangkai saudaranya sendiri. Kebayang nggak sih gimana 'kanibal-nya' orang jaman sekarang? Bukan cuma makan orang tapi juga sering ngomongin kejelekan orang lain.

Wagelaseh! Kalau ada desire atau keinginan kita untuk gibah, camkan ini baik-baik!

Kita perlu memikirkan bukan dari sudut pandang kita saja sebagai pelaku gibah, tapi juga dari sudut pandang mereka yang menjadi korban per-gibahan.

Ya enak sih gibah. Puas ngomongin orang, ngobrolin kejelekan, aib, serta kekurangannya. Jadi ada bahan untuk memuaskan kesenangan orang lain dan bakalan dianggap CS-an.

Tapi… kita perlu berpikir. Apakah mereka (yang dighibahi) akan ridho jika tahu bahwa mereka sedang dibicarakan. Apalagi tentang keburukan, kelemahan, aib, bahkan kesialannya?

Mereka sama sekali nggak bertanggung jawab atas gibah yang kita perbuat, tapi kitalah yang bertanggung jawab atas gibah yang kita perbuat di dunia dan di akhirat nanti.

Mereka bisa menuntut keadilan loh Sobi. Nggak cuma di dunia, mereka bisa menjerat kita dengan pasal hukum UU ITE. Tapi di akhirat nanti mereka bisa mengambil semua pahala kebaikan kita tanpa ada sisa. Mereka mungkin juga bingung kenapa bisa mendapatkan banyak pahala kebaikan?

Oh ternyataa.. Ada donor pahala gratis. Yang itu bersumber dari kita yang suka gibahin mereka. Naudzubillah. Minus dong kas pahala kita akibat mulut yang nggak dijaga dengan berbicara berlebih-lebihan? Iya. Minus bin rugi banget nget nget ngeeet.


Blok Kran Informasi

Bisik-bisik tetangga kini mulai terdengar slalu… di telinga sampai menusuk di hati..

Siapa yang nyanyi hayo ngaku!? Hehe. Kalau denger lagu ini sekilas jadi ngebayangin motivasi penulis liriknya. Mungkin habis digibahin tetangga karena kesalahan atau kekurangannya.

Bisa jadi, nggak satu atau dua orang yang sedang membicarakannya. Bisa jadi sekampung bahkan satu negara.

Pernah denger istilah snowball effect?

Berita yang nggak jelas kebenarannya bisa bergerak seperti bola salju yang menggelinding dan membentuk bola. Lama-lama ia akan membesar. Sama halnya dengan fitnah/desas-desus yang awalnya hanya milik segelintir orang, kemudian membesar lingkupnya hingga wilayah yang luas dan dapat menghancurkan suatu bangsa.

Nggak bisa dipungkiri sih kalau zaman sekarang tuh informasi berseliweran nggak tau tempat dan waktu. Informasi bisa dengan mudah tersaji tanpa kita harus mencari tahu lebih dulu.

Algoritma media sosial misalnya yang sangat mengerti cara kerja otak manusia, bisa dengan mudah memperdaya hasrat kita untuk 'kepo' dengan gossip yang tengah beredar di masyarakat.

Dengan kecanggihannya memaparkan berita yang dibutuhkan, seolah-olah kita akan terseret ke dalam "kolam yang tidak ada ujungnya." Kita akan berkutat di situ tanpa ada daya untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya.

Apa hubungannya sama gibah?

Ketika kita terkoneksi dengan banyak orang di jagad maya, nggak akan ada sekat lagi antara kita dengan mereka yang jauh tempat tinggalnya. Bahkan berita atau informasi itu kecepatannya lebih tinggi dibandingkan kedipan mata kita.

Kita bisa dengan mudah menemukan orang yang 'FOMO' meng-update status atau nge-post informasi yang belum jelas kebenarannya di media sosial (medsos). Atau secara gamblang menyebutkan dan menggambarkan kekurangan dan aib seseorang di akun medsosnya.

Mereka pikir itu sesuatu yang biasa saja. Padahal ada rambu-rambu yang mengatur hal ini, especially soal bahaya gibah berjamaah yang secara nggak sadar dilakukan dan dilestarikan pada medsos pribadinya.

Makanya berbahaya banget tombol like, comment, and share itu kalau kita nggak punya tameng untuk memblokade informasi yang punya muatan negatif masuk ke diri kita.

Kita akan 'terbiasa' terpapar dengan sesuatu yang sebenarnya salah dan tidak lazim. Sampai pada waktunya kita akan membenarkan prilaku yang sebetulnya nggak masuk akal itu dan menjadikannya habit. Naudzubillah. Mudharat dari ghibah itu sangat nyata!

Kita perlu banget membatasi diri dengan menutup semua kanal informasi yang memuat konten negatif. Contoh simpelnya nggak follow akun gossip.

Meskipun kita jadi kelihatan nggak update atau "kudet", tapi sebenarnya itu baik untuk kesejahteraan mental kita. Next artikel Saya akan bahas tentang bahaya informasi bermuatan negatif dengan kesehatan mental kita. Stay tuned ya!

Gibah-nya Asyik, Dosanya juga 'Asyik'


Yang asyik-asyik itu bisa menjerumuskan kita juga loh Sobi. Contohnya gibah, ngelakuinnya asyik tapi dosanya juga asyik beneeer. Gibah termasuk dosa besar. Kalau seseorang selama masa hidupnya nggak taubat dari dosa besar, bisa dijamin tempatnya bukan di syurga. Wallahu'alam.

Dosa orang yang ber-gibah itu lebih besar 30 kali lipat dibandingkan dosa orang yang berzina. Bayangin dong 30 kali lebih besar. Dosa zina aja bisa membuat pelakunya dirajam sampai mati dan masih ditambah hukuman plus-plus di akhirat. Gimana dengan gibah? Yassalam.......taubat yuk ah! :"

Dalam sebuah hadis sahih digambarkan tentang keadaan orang-orang yang dulunya rajin gibah.

Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah bersabda, "Ketika saya dimirajkan, saya melewati suatu kaum yang memiliki kuku dari tembaga sedang mencakar wajah dan dada mereka. Saya bertanya: Siapakah mereka ini wahai Jibril? Jibril menjawab: Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan melecehkan kehormatan mereka." (HR Abu Daud 4878. Hadis shahih).

Gibah ini termasuk hal yang di-notice banget oleh Allah dan rasul. Karena efek sampingnya bisa sampai menghancurkan suatu bangsa. Iya..sampai se-ekstrem itu!

Lihat aja propaganda yang dibuat oleh negara adidaya (sebut saja AS) yang menggembar-gemborkan isu radikalisme dan terorisme. Sampai sekarang apakah terbukti bahwa Islam itu agama yang rasis dan suka ngebom?

Justru Allah semakin menunjukkan identitas Islam yang cinta damai dan menjunjung tinggi persaudaraan. Liat aja angka penduduk AS yang sekarang memeluk agama Islam. Islam kian terkenal dan menjadi daya tarik bagi orang-orang yang diberikan hidayah olehNya. Semakin direndahkan, Allah semakin mengangkat derajat Islam di mata dunia. Masyaa Allah.

Jangan pernah sepelekan urusan per-gibahan ini. Minimalnya nggak usah ikut-ikutan gatel buat komentarin aib atau kekurangan orang lain. Kita juga nggak mau kan kalau ada di posisi orang itu? Kehormatannya terinjak-injak karena ketidak-elegan-an mulut kita.

Mulai kurang-kurangi juga nonton gossip. Pintu-pintu maksiat terbuka lebar dari situ. Nggak pengen kan dapet jackpot dihinakan sehina-hinanya di akhirat? 

Btw, karena judulnya nggak terlalu representatif, Saya mau kasih closing statement biar agak nyambung sedikit. Jangan dengarkan apa kata mereka yang menjerumuskan kita pada dosa. STOP konten negatif sampai di kita aja.

Salam.



Related Posts

Post a Comment